Pasrah berbeda dengan ikhlas. Ikhlas
adalah menerima dengan legowo apapun yang kita alami saat ini, sedangkan pasrah
adalah menyerahkan apa yang terjadi nanti pada Allah SWT. Kita pasrahkan
pada-Nya apa yang terjadi nanti. Apakah nanti rasa sakit yang kita alami makin
parah, makin membaik, atau sembuh total, kita pasrahkan kepada Allah.
Pasrah bukan berarti fatalisme, pasrah
yang sejati disertai usaha optimal untuk mencari solusi. Pasrah (atau tawakal)
berarti bahwa kita berusaha sekuat tenaga sambil hati kita hanya bergantung
pada Allah. Ora et Labora, kerjaku
adalah doaku. Bismillahi tawakkaltu ‘ala Allah..
ini adalah doa berangkat kerja, bukan doa “pulang kerja”
(jadi bukan “kalau sudah mentok baru pasrah”),
bukan pula doa “berangkat tidur” (jadi bukan
“habis pasrah terus tidur, tidak perlu berusaha”).
Pasrah bukan berarti tidak berusaha.
Pasrah adalah suatu kondisi jiwa bahwa kita menyerahkan diri kita kepada Allah
SWT, tentu saja dibarengi semangat juang dan usaha yang pantang menyerah.
Pasrah memberikan ketenangan jiwa dan kedamaian pikiran, karena kita yakin
bahwa segala permasalahan kita ada dalam genggaman-Nya.
Dan bagi orang yang pasrah, Allah akan
mengambil alih masalahnya. Dia sendiri yang akan turun tangan untuk
menyelesaikan permasalahan orang tersebut.
Seperti Nabi Ibrahim yang berdoa “Cukuplah Allah sebagai penolongku” maka
jadi dinginlah api yang hendak membakarnya, atau Nabi Musa yang berdoa “Dan aku serahkan masalahku pada Allah, sesungguhnya ia
Maha Melihat segala urusan hamba-Nya”.
Allah-pun berpesan, “Dan jika telah kau bulatkan tekadmu, maka
selanjutnya, pasrahkanlah kepada Allah SWT, sesungguhnya ia mencintai
orang-orang yang berpasrah diri”, dan “(Katakan) dengan rahmat dan karunia Allah hendaklah kamu
berbahagia, karena Rahmat dan karunia-Nya lebih baik dari semua yang kamu
usahakan.”
*Ahmad Faiz Zainuddin – SEFT : Spiritual
Emotional Freedom Technique – hal. 71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar